Ingatan Terhadapmu

Ingatan terhadapmu menyinari padang
Tempat aku menggembalakan domba-dombaku,
Seperti neon menerangi ruang di mana
Puluhan cendera mata berbaris rapi di lemari kaca
Dengan masing kisah perjalanan mereka.

Ingatan terhadapmu tetapi bukan
Lampu yang bisa kupadamkan kapan saja
Dengan menekan sebuah tombol di tembok.
Ia menyala tiba-tiba kala malam,
Membuat benak terjaga meski mata rapat terpejam.

Ia mengikutiku mengarungi
Hari-hari terik diliputi asap knalpot,
Seperti seekor kucing bermata sendu
Membuntuti langkah minta pangku dan usapan.

Aku mengabaikannya sedemikian rupa,
Menyibukkan diri dengan dadu dan anggur,
Cangkul dan monitor, sementara ia
Mencangkung satu setengah meter dari kakiku
Sembari melontarkan tatapan bermakna:
Aku tahu kau hanya pura-pura tak memedulikanku.

Seorang penyair menyebutmu Kata Sambung,
Sesuatu yang acap tak dihadirkan agar
Pembaca tak henti bertanya: Gerangan
Apa yang hilang untuk mengada?

Alangkah benarnya!
Betapa aku berusaha menanggalkanmu
Dari cerita yang aku tulis
Dan betapa bagian yang rumpang itu hanya
Bisa kuisi dengan ingatan terhadapmu.
Betapa aku berusaha mengutuk namamu jadi batu,
Namun betapa ia malah menjelma udara,
Bebas keluar masuk paru-paruku.

Jangan simpan foto-fotoku;
Jangan lagi kita berbincang di mana pun;
Dan berhenti memperlakukan cinta sebagai
Benda yang harus dimiliki dan dikuasai.

Berbagai perintah dan larangan
Seperti sinar rembulan kauguyurkan ke mukaku
Untuk menjagaku dari terjerumus
Ke dasar jurang ketidakwarasan.
Alangkah baiknya,
Pun alangkah tak mudahnya:
Mencinta tanpa menjadi gila.

Kau tak tahu, duhai yang mustahil
Kumiliki dan kuasai,
Betapa justru makin jelas wajahmu
Saat tak satu fotomu ada di sisiku;
Betapa berhenti bicara denganmu
Membuatku makin ingat
Apa saja pernah kaubisikkan di telingaku.

Kau benar, hanya saja mungkin tak paham,
Memadamkan ingatan terhadapmu
Tak pernah semudah mengatakan
“Jadi baik juga kita padami unggunan api ini”

Malkan Junaidi, 2015

Leave a comment